Saturday, April 12, 2014

Merpatiku Telah Hilang Pergi

Posted by Dewirinanti Hayuning Prabajati at 6:39 AM
Merpatiku Telah Hilang Pergi

Author: Dewirinanti H.P

N
amaku Amalia Yosi Firdausa, panggil aku Osa. Hari ini hari pertamaku masuk sekolah. Di sebuah kelas di ujung lorong. Kulihat wajah-wajah yang tampak asing bagiku. Di keasingan itu, kulihat sebuah karunia Tuhan yang sampai saat ini aku sebut “semangat hidup”. Aku tak bisa lepas dari tatapan pertamaku, tatapan dimana aku terjebak dalam dimensi waktu yang seakan-akan berhenti berlari ketika bertatapan dengan sosok itu.

            Hari berganti hari, setiap bel kehidupan berbunyi ingin rasanya aku berlari menjumpai sosok tampan yang ku tak tahu namanya itu.

            Hari ini pelajaran olahraga, aku menyeka peluh di wajahku sembari menatap kelasnya yang kuanggap sebagai surga di sekolahku. Tenggorokanku sangat kering sehingga kupalingkan surga itu sejenak untuk membasahi tenggorokanku. Kulangkahkan kakiku menuju koperasi yang letaknya jauh dari “surga” itu. Sesaat setelah aku membuka lemari pendingin untuk mengambil minum, kulihat tangan yang kecoklatan, yang tidak asing lagi bagi mataku. Saat kuberanikan diri menatap wajahnya, dia menatapku kembali. Mata kami bertemu dan saat kusadar, dialah cahaya hidupku. Waktu seakan berhenti, kami berdua melempar senyum bersamaan seakan berkata berpisah. Setelah kejadian itu, kutahu sudah namanya, Prabandaru Samuel Haryono.

            Sam, nama yang indah, nama yang gagah. Nama yang tampan. Setampan dan segagah parasnya. Hari berganti hari, aku sudah mulai mengenali seluk-beluk tentang dirinya karena dia juga anak populer di sekolah. Selain itu, dia juga mahir dalam bela diri. Dia tergabung dalam kelompok silat “Merpati Putih”. Aku menyesal karena sudah terlanjur tidak memilih ekskul yang sama dengan Sam. Padahal awalnya aku ingin masuk ke ekskul itu, untuk meneruskan karirku dalam bidang bela diri.

            Tak terasa, sudah 1 semester aku dan Sam menjadi kakak dan adik kelas. Sudah 1 semester pula aku menatapnya satu arah tanpa dia mengetahui keberadaanku. Miris memang, tetapi apa dayaku untuk menjadi dekat dan menjadi sorotannya. Mungkin baginya aku hanyalah angin lalu yang hanya sesaat, tapi bagiku ia lebih dari sekedar angin, bagiku ia udara. Tanpanya tak ada pula semangatku.

            Aku merasa bersalah, karena tujuanku untuk datang ke sekolah sudah teralihkan. Yang awalnya berniat untuk menimba ilmu, namun yang terjadi hanya menimba info Sam. Aku sadar aku sudah seharusnya rajin belajar, tapi apa daya hatiku berkata lain, Sam sudah berhasil mencuri hatiku dan juga pikiranku.

            Setelah sekian lama, aku mulai mencari tahu tentang apapun tentangnya di sosial media. Dia bukan anak yang eksis di Facebook atau semacamnya. Kuberanikan diri untuk menekan tombol ADD FRIEND yang sampai sekarang tak kunjung dikonfirmasinya. Sedih rasanya, namun siapalah aku ini.

            Sore ini aku mengikuti kegiatan pramuka yang tentu saja menginap. Disitu mulai kukenal teman satu angkatanku yang juga “menjabat” sebagai Penggemar Rahasia Para Senior. Entah pesona apa yang dimiliki para senior kami sehingga kami takluk dibuatnya. Sebut saja Barbie, ia teman satu regu denganku. Ia juga anak Merpati Putih. Jujur aku sering merasa iri dengannya, ia yang terkenal supel dan cantik. Tak heran maka banyak senior yang terpikat olehnya.

            Malam saat kami sedang menikmati dingin, kami dikejutkan dengan suara Barbie yang baru saja mendapat pesan singkat dari Sam, “EH MAS SAM SMS AKU NIH!”. Saat aku mendengarnya, entah apa yang telah menyambar hatiku hingga menusuk ke dalam. Sakit sekali. Karena tak tahan dengan hal itu, aku memilih pergi dari kawananku.
            Setelah kejadian itu, mulai pupus harapanku untuk mendapatkan sosok tampan ber-ninja itu. Tetapi saat harapan itu pupus, sosok itu justru datang kembali membawa sejuta pesona barunya hingga hatiku tak kuasa menolak pesonanya, “AAA SAM POTONG KUMIS JADI TAMBAH CUTEEEE!!!”.

            Selepas kedatangan dia kembali ke hatiku, banyak kejadian yang mulai mendekatkan aku dengannya kembali. Bertemu di Musholla, dan entah berapa kali mata kami bertemu. Aku sangat menikmati kedekatan kami yang jauh itu. Aku senang kami bisa sedekat ini.

            Suatu hari kulihat ia bermain basket di lapangan,
“Sungguh tampan ciptaan-Mu yang satu itu ya Tuhan” , gumamku.
Peluh yang membasahi wajahnya, membuatnya terlihat lebih tampan, lebih keren dari biasanya. Entah apa lagi yang menyambar hatiku, rasanya seperti tersambar petir yang membawa zat-zat aneh yang disebut cinta.

“Dia tampan, apa mungkin ia menyukaiku? Atau hanya pungguk yang merindukan bulan?”

            Di siang yang panas ini, seperti biasa, kulekatkan pandanganku ke arah XII IPA 4, kelas Sam. Terlintas di benakku, sedang apa ia sekarang. Apa yang dia pikirkan sekarang. Ah tapi sudahlah, siapakah aku ini. Suatu saat, aku mencoba membuka profilnya di facebook. Saat aku mulai men-stalking accountnya, saat itu jugalah aku patah hati. Kulihat seorang perempuan yang tidak kukenal, memasang nama Sam sebagai sampulnya. Patah hatilah aku. Pupus sudah harapanku. Aku tak lagi berharap apapun tentang dia (lagi).

            Saat ku mulai berhenti untuk menyukainya, dia justru datang. Berusaha mengobati luka lamaku mungkin. Harapanku yang hancur kini mulai ditata ulang olehnya, entahlah. Tapi aku senang dia datang kembali. Ia tersenyum padaku, ia mulai bercerita tentang masa lalunya padaku. Aku dan dia dekat, sekarang. Bahkan tempat duduk di ninjanya pernah kutempati. Tak pernah kusangka bisa sedekat ini, lebih dekat dari sekedar senyum dari kejauhan. Ya memang status kami hanya teman, tapi apalah arti sebuah status? Aku bahagia bisa SEDEKAT ini dengannya. Merengkuh tangannya, merasakan hangatnya genggamannya. Seakan dialah milikku, dan akulah miliknya. “Tuhan, jangan pisahkan kami (lagi)” batinku. Dialah semangat hidupku yang pernah hilang dan sekarang datang kembali.

            Tak terasa sudah satu tahun aku menjadi adik kelas Sam. Kabarku sekarang baik, Sam juga baik. Tapi kisah kami tidak.

            Hari itu malam perpisahan di sekolah kami. Aku datang kesana tanpa Sam. Sam berkata bahwa ia tak akan datang karena ia tak menyukai pesta. Saat arlojiku menunjukkan angka 10, aku melihat sosok tampan yang sangat kukenali wajahnya, sangat kuhafal wangi parfumnya. Ya, itu Sam! Lalu mengapa ia disini? Coba kubuntuti dia sampai akhirnya ia berhenti di depan kelasnya. Aku hanya bisa melihat dari ujung lorong. Tempat dimana Sam tidak menyadari keberadaanku. Aku melihat Sam berbicara dengan seorang perempuan yang aku kenal. Ya, dia sahabatku sendiri, Lia. Kulihat dari kejauhan, Sam memberi sekuntum mawar merah lengkap dengan kado berkotak merah muda. Tak lupa Sam memberi kecupan di dahi Lia. Betapa hancur hatiku melihat kejadian itu. Kejadian yang lebih memilukan daripada remidi fisika.

“Jadi apa arti genggaman tangan itu? Apa arti semua puisi yang dikirimkannya di pagi hari? Apa arti setiap lagu yang pernah ia mainkan untukku? Apa arti semua mawar merah yang selalu ia berikan setiap pagi?”

Tak kusadari air mataku perlahan jatuh membasahi pipiku, dadaku terasa sesak, ingin rasanya kubunuh mereka.

            Melihat mereka yang seperti itu, tanpa pikir panjang lagi aku pergi menghampiri sepedaku. Kukayuh pedal dengan sekuat tenaga hingga darah mulai mengalir dari kakiku.

“Hatiku berdarah, begitu pula kakiku. Lalu bagaimana aku akan bangkit?”

Air mata yang menetes, darah, serta hujan mengiringi sakit hatiku di malam itu.



Merpatiku Telah Hilang Pergi. 

0 comments:

Post a Comment

Saturday, April 12, 2014

Merpatiku Telah Hilang Pergi

Posted by Dewirinanti Hayuning Prabajati at 6:39 AM
Merpatiku Telah Hilang Pergi

Author: Dewirinanti H.P

N
amaku Amalia Yosi Firdausa, panggil aku Osa. Hari ini hari pertamaku masuk sekolah. Di sebuah kelas di ujung lorong. Kulihat wajah-wajah yang tampak asing bagiku. Di keasingan itu, kulihat sebuah karunia Tuhan yang sampai saat ini aku sebut “semangat hidup”. Aku tak bisa lepas dari tatapan pertamaku, tatapan dimana aku terjebak dalam dimensi waktu yang seakan-akan berhenti berlari ketika bertatapan dengan sosok itu.

            Hari berganti hari, setiap bel kehidupan berbunyi ingin rasanya aku berlari menjumpai sosok tampan yang ku tak tahu namanya itu.

            Hari ini pelajaran olahraga, aku menyeka peluh di wajahku sembari menatap kelasnya yang kuanggap sebagai surga di sekolahku. Tenggorokanku sangat kering sehingga kupalingkan surga itu sejenak untuk membasahi tenggorokanku. Kulangkahkan kakiku menuju koperasi yang letaknya jauh dari “surga” itu. Sesaat setelah aku membuka lemari pendingin untuk mengambil minum, kulihat tangan yang kecoklatan, yang tidak asing lagi bagi mataku. Saat kuberanikan diri menatap wajahnya, dia menatapku kembali. Mata kami bertemu dan saat kusadar, dialah cahaya hidupku. Waktu seakan berhenti, kami berdua melempar senyum bersamaan seakan berkata berpisah. Setelah kejadian itu, kutahu sudah namanya, Prabandaru Samuel Haryono.

            Sam, nama yang indah, nama yang gagah. Nama yang tampan. Setampan dan segagah parasnya. Hari berganti hari, aku sudah mulai mengenali seluk-beluk tentang dirinya karena dia juga anak populer di sekolah. Selain itu, dia juga mahir dalam bela diri. Dia tergabung dalam kelompok silat “Merpati Putih”. Aku menyesal karena sudah terlanjur tidak memilih ekskul yang sama dengan Sam. Padahal awalnya aku ingin masuk ke ekskul itu, untuk meneruskan karirku dalam bidang bela diri.

            Tak terasa, sudah 1 semester aku dan Sam menjadi kakak dan adik kelas. Sudah 1 semester pula aku menatapnya satu arah tanpa dia mengetahui keberadaanku. Miris memang, tetapi apa dayaku untuk menjadi dekat dan menjadi sorotannya. Mungkin baginya aku hanyalah angin lalu yang hanya sesaat, tapi bagiku ia lebih dari sekedar angin, bagiku ia udara. Tanpanya tak ada pula semangatku.

            Aku merasa bersalah, karena tujuanku untuk datang ke sekolah sudah teralihkan. Yang awalnya berniat untuk menimba ilmu, namun yang terjadi hanya menimba info Sam. Aku sadar aku sudah seharusnya rajin belajar, tapi apa daya hatiku berkata lain, Sam sudah berhasil mencuri hatiku dan juga pikiranku.

            Setelah sekian lama, aku mulai mencari tahu tentang apapun tentangnya di sosial media. Dia bukan anak yang eksis di Facebook atau semacamnya. Kuberanikan diri untuk menekan tombol ADD FRIEND yang sampai sekarang tak kunjung dikonfirmasinya. Sedih rasanya, namun siapalah aku ini.

            Sore ini aku mengikuti kegiatan pramuka yang tentu saja menginap. Disitu mulai kukenal teman satu angkatanku yang juga “menjabat” sebagai Penggemar Rahasia Para Senior. Entah pesona apa yang dimiliki para senior kami sehingga kami takluk dibuatnya. Sebut saja Barbie, ia teman satu regu denganku. Ia juga anak Merpati Putih. Jujur aku sering merasa iri dengannya, ia yang terkenal supel dan cantik. Tak heran maka banyak senior yang terpikat olehnya.

            Malam saat kami sedang menikmati dingin, kami dikejutkan dengan suara Barbie yang baru saja mendapat pesan singkat dari Sam, “EH MAS SAM SMS AKU NIH!”. Saat aku mendengarnya, entah apa yang telah menyambar hatiku hingga menusuk ke dalam. Sakit sekali. Karena tak tahan dengan hal itu, aku memilih pergi dari kawananku.
            Setelah kejadian itu, mulai pupus harapanku untuk mendapatkan sosok tampan ber-ninja itu. Tetapi saat harapan itu pupus, sosok itu justru datang kembali membawa sejuta pesona barunya hingga hatiku tak kuasa menolak pesonanya, “AAA SAM POTONG KUMIS JADI TAMBAH CUTEEEE!!!”.

            Selepas kedatangan dia kembali ke hatiku, banyak kejadian yang mulai mendekatkan aku dengannya kembali. Bertemu di Musholla, dan entah berapa kali mata kami bertemu. Aku sangat menikmati kedekatan kami yang jauh itu. Aku senang kami bisa sedekat ini.

            Suatu hari kulihat ia bermain basket di lapangan,
“Sungguh tampan ciptaan-Mu yang satu itu ya Tuhan” , gumamku.
Peluh yang membasahi wajahnya, membuatnya terlihat lebih tampan, lebih keren dari biasanya. Entah apa lagi yang menyambar hatiku, rasanya seperti tersambar petir yang membawa zat-zat aneh yang disebut cinta.

“Dia tampan, apa mungkin ia menyukaiku? Atau hanya pungguk yang merindukan bulan?”

            Di siang yang panas ini, seperti biasa, kulekatkan pandanganku ke arah XII IPA 4, kelas Sam. Terlintas di benakku, sedang apa ia sekarang. Apa yang dia pikirkan sekarang. Ah tapi sudahlah, siapakah aku ini. Suatu saat, aku mencoba membuka profilnya di facebook. Saat aku mulai men-stalking accountnya, saat itu jugalah aku patah hati. Kulihat seorang perempuan yang tidak kukenal, memasang nama Sam sebagai sampulnya. Patah hatilah aku. Pupus sudah harapanku. Aku tak lagi berharap apapun tentang dia (lagi).

            Saat ku mulai berhenti untuk menyukainya, dia justru datang. Berusaha mengobati luka lamaku mungkin. Harapanku yang hancur kini mulai ditata ulang olehnya, entahlah. Tapi aku senang dia datang kembali. Ia tersenyum padaku, ia mulai bercerita tentang masa lalunya padaku. Aku dan dia dekat, sekarang. Bahkan tempat duduk di ninjanya pernah kutempati. Tak pernah kusangka bisa sedekat ini, lebih dekat dari sekedar senyum dari kejauhan. Ya memang status kami hanya teman, tapi apalah arti sebuah status? Aku bahagia bisa SEDEKAT ini dengannya. Merengkuh tangannya, merasakan hangatnya genggamannya. Seakan dialah milikku, dan akulah miliknya. “Tuhan, jangan pisahkan kami (lagi)” batinku. Dialah semangat hidupku yang pernah hilang dan sekarang datang kembali.

            Tak terasa sudah satu tahun aku menjadi adik kelas Sam. Kabarku sekarang baik, Sam juga baik. Tapi kisah kami tidak.

            Hari itu malam perpisahan di sekolah kami. Aku datang kesana tanpa Sam. Sam berkata bahwa ia tak akan datang karena ia tak menyukai pesta. Saat arlojiku menunjukkan angka 10, aku melihat sosok tampan yang sangat kukenali wajahnya, sangat kuhafal wangi parfumnya. Ya, itu Sam! Lalu mengapa ia disini? Coba kubuntuti dia sampai akhirnya ia berhenti di depan kelasnya. Aku hanya bisa melihat dari ujung lorong. Tempat dimana Sam tidak menyadari keberadaanku. Aku melihat Sam berbicara dengan seorang perempuan yang aku kenal. Ya, dia sahabatku sendiri, Lia. Kulihat dari kejauhan, Sam memberi sekuntum mawar merah lengkap dengan kado berkotak merah muda. Tak lupa Sam memberi kecupan di dahi Lia. Betapa hancur hatiku melihat kejadian itu. Kejadian yang lebih memilukan daripada remidi fisika.

“Jadi apa arti genggaman tangan itu? Apa arti semua puisi yang dikirimkannya di pagi hari? Apa arti setiap lagu yang pernah ia mainkan untukku? Apa arti semua mawar merah yang selalu ia berikan setiap pagi?”

Tak kusadari air mataku perlahan jatuh membasahi pipiku, dadaku terasa sesak, ingin rasanya kubunuh mereka.

            Melihat mereka yang seperti itu, tanpa pikir panjang lagi aku pergi menghampiri sepedaku. Kukayuh pedal dengan sekuat tenaga hingga darah mulai mengalir dari kakiku.

“Hatiku berdarah, begitu pula kakiku. Lalu bagaimana aku akan bangkit?”

Air mata yang menetes, darah, serta hujan mengiringi sakit hatiku di malam itu.



Merpatiku Telah Hilang Pergi. 

0 comments on "Merpatiku Telah Hilang Pergi"

Post a Comment

 

The Incredible One Copyright © 2009 Baby Shop is Designed by Ipietoon Sponsored by Emocutez